Selasa, 15 Maret 2011

TRESNO LELUHUR

Tresno Leluhur

Mengapa Blok ini saya beri nama “Tresno Leluhur”
Ini berawal dari rasa keprehatinan saya terhadap generasi sekarang yang cenderung kurang mengingat leluhurnya, seakan kehadirannya atau keberadaannya langsung karena kehendak Tuhan. Memang itu semua bisa terjadi karena seijin-Nya, akan tetapi saya yakin bahwasanya Tuhan akan lebih berkenan kepada umatNya yang tahu alur kehadirannya, yang kemudian menghargai dan menghormatinya - bukannya mengesampingkan peran leluhur dalam menjaga dan mempertahankan kelangsungan generasinya sehingga sampai pada kita ini.
Dan semata-mata itu pula saya mencoba untuk berusaha menerapkan dan menjalankan petuah serta nasehat yang pernah orang tua/leluhur berikan, salah satunya adalah “Sangkan Paraning Dumadi”. Saya yakin pula bahwasanya bila anak cucu kita nanti benar-benar menghargai dan menghormati leluhurnya, bukan hanya sekedar bakti dan santun saja terhadap leluhur tetapi juga menjaga, merawat dan syukur bisa mengembangkannya akan apa yang telah dicapai oleh leluhur kita baik seni, budaya maupun filosofisnya, maka mereka akan benar-benar menjadi generasi penerus yang seutuhnya.
Kepribadian yang seutuhnya, untuk saat ini benar-benar sangat dibutuhkan dalam mengatasi berbagai masalah yang melanda negeri tercinta ini, yang mengalami berbagai macam krisis termasuk krisis identitas sebagai sebuah Negara yang pernah kemilau semasa Majapahit dan sekitar kemerdekaan.
Maaf mungkin bagi yang kebetulan tidak sebangsa dengan saya, namun istilah Tresno Leluhur adalah pengertian universal. Justru dengan semangat Tresno Leluhur ini bisa sebagai wahana bertemunya warisan leluhur-leluhur kita untuk bisa disinergikan dengan tidak menghilangkan cirikhas leluhur kita masing-masing, kita yakin bahwasanya pada dasarnya leluhur kita punya sifat yang toleran untuk saling mengisi dan saling menyempurnakan, sehingga terwujudnya pergaulan global yang harmonis dan tidak menindas bahkan membinasakan kebudayaan lainnya - memang ada diantara saudara kita yang ingin memaksakan kehendak bahwasanya kebudayaannyalah yang paling baik, suci dan paling sempurna. Namun biarlah kita tak perlu apriori, justru kita malah merasa kasihan kepada mereka itu, betapa tidak - ibarat makanan, mereka itu hanya merasakan yang paling enak adalah makanannya sendiri sehingga makanan yang lain tidak enak dan tidak mau, boro-boro memakan, mencicipi saja mereka tak mau. Kita tak perlu sakit hati, justru kita buat lapang hati kita, seandainya bila mereka nawarin makanan mereka – oke seneng banget kita, kita cicipi dan kalau ternyata enak dan tidak membuat sakit, kita makan saja sehingga kita mendapat dua manfaat, yaitu manfaat rohani dan jasmani. Manfaat rohani kita bisa membuat mereka seneng karena tawarannya kita sambut dengan seneng, dan manfaat jasmani kita bisa mencicipi berbagai rasa makanan, sehingga menambah variasi makanan yang mempunyai kandungan gizi bermacam pula, yang pasti bermanfaat bagi jasmani kita, sehingga lebih bisa menambah sehat jasmani dan rohani kita.
Demikianlah alasan saya untuk membuat blog “Tresno Leluhur” ini, semoga di blog ini bisa menjadi ajang saling silang pendapat dan tarik ulur pikiran agar tercapainya kesetaraan budaya, yang berdampak untuk saling menghormat dan menghargai antara budaya satu dengan yang lain. Khususnya untuk keutuhan NKRI, sebab bukan Indonesia tanpa Aceh dan bukan juga Indonesia tanpa Baduy, bukan pula Indonesia tanpa Papua/Irian dan sebagainya dan sebagainya.
Dan sebelum saya akhiri, saya merasa banyak kata, bahasa ataupun kalimat yang tak berkenan kepada Anda semua, atas budi luhur Anda yang sudi memaafkan segala kesalahan saya, saya menghaturkan banyak terimakasih. dan lihat pula leluhur kita tersenyum akan kerukunan kita, Tuhanpun berkenan akan kedamaian kita. Bakti dan pengabdianku untuk negeri, Hormat dan sungkem kepada Leluhur serta Puja dan Puji kupanjatkan padaMu Tuhan.
Semoga negeri damai sejahtera karna restu leluhur dan berkat limpahan rahmatMu Tuhan. Amin.


Karanganyar, 25 Pebruari 2011
Salam
NB.
Ingat Pesan Leluhur
“Laku becik, ati wening budi luhur
Kang biso mungkasi kehing perkoro ugo rubedo”